Sujud Tilawah bagi Wanita Haid?
Bolehkah wanita haid sujud tilawah?
via Tanya Ustadz for Android
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Pertama, sujud tilawah dianjurkan ketika seseorang membaca ayat sajdah atau memperhatikan bacaan ayat sajdah dari orang lain.
Dulu para sahabat bersujud ketika mereka mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat Sajdah.
Ibnu Umar bercerita,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَقْرَأُ الْقُرْآنَ فَيَقْرَأُ سُورَةً فِيهَا سَجْدَةٌ فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ مَعَهُ حَتَّى مَا يَجِدُ بَعْضُنَا مَوْضِعًا لِمَكَانِ جَبْهَتِهِ
“Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca Al Qur’an yang di dalamnya terdapat ayat sajadah. Kemudian ketika itu beliau bersujud, kami pun ikut bersujud bersamanya sampai-sampai di antara kami tidak mendapati tempat karena posisi dahinya.” (HR. Bukhari 1076 dan Muslim 1323).
Karena itu, jangan dipahami bahwa sujud tilawah hanya terkait orang yang membaca ayat sajdah. Sehingga, meskipun menurut sebagian pendapat, wanita haid tidak boleh membaca al-Quran, namun bisa saja mereka disyariatkan untuk sujud tilawah, karena mereka mendengar bacaan ayat sajdah.
Kedua, apakah sujud tilawah harus dilakukan dalam keadaan suci?
Ada beberapa ibadah yang disyaratkan harus suci dari hadats, diantaranya yang disepakati ulama adalah shalat.
Apakah sujud tilawah disyaratkan harus suci dari hadats sebagaimana layaknya shalat? Ataukah statusnya seperti dzikir yang tidak disyaratkan harus suci?
Ada 2 pendapat ulama:
[1] Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam sujud tilawah disyari’atkan untuk berwudhu sebagaimana shalat. Mereka mengqiyaskan sujud tilawah dengan shalat.
[2] Pendapat kedua mengatakan bahwa sujud tilawah boleh dilakukan sekalipun dalam kondisi hadats. Karena sujud tilawah bukan shalat, dan tidak bisa diqiyaskan dengan shalat. Tidak mungkin ada shalat yang gerakannya hanya sujud. Sehingga, sujud tilawah tidak disyaratkan harus dilakukan dalam kondisi suci dari hadats.
Inilah pendapat diriwayatkan dari Ibnu Umar, asy-Sya’bi dan al-Bukhari, dan dinilai kuat oleh Ibnu Hazm, dan Syaikhul Islam.
Diantara dalil pendapat kedua adalah hadis dari Ibnu ‘Abbas. Beliau radhiyallahu ‘anhuma. Beliau mengatakan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ سَجَدَ بِالنَّجْمِ وَسَجَدَ مَعَهُ المُسْلِمُوْنَ وَالمُشْرِكُوْنَ وَالجِنُّ وَالأِنْسُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan sujud tilawah tatkala membaca surat An Najm, lalu kaum muslimin, orang-orang musyrik, jin dan manusia pun ikut sujud.” (HR. Bukhari 1071)
Ketika Imam Bukhari membawakan riwayat di atas, beliau memberikan judul bab;
باب سجود المسلمين مع المشركين والمشرك نجس ليس له وضوء
“Bab Tentang: Kaum muslimin bersujud bersama orang-orang musyrik, padahal kaum musyrik itu najis dan tidak memiliki wudhu.” (Shahih Bukhari, 1/364).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sujud tilawah ketika membaca ayat sajadah tidaklah disyari’atkan untuk takbiratul ihram, juga tidak disyari’atkan untuk salam. Inilah ajaran yang sudah ma’ruf dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga dianut oleh para ulama salaf, dan inilah pendapat para imam yang telah masyhur. Oleh karena itu, sujud tilawah tidaklah seperti shalat yang memiliki syarat yaitu disyariatkan untuk bersuci terlebih dahulu. Jadi, sujud tilawah diperbolehkan meski tanpa thoharoh (bersuci). Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Ibnu ‘Umar. Beliau pernah bersujud, namun tanpa thoharoh. Akan tetapi apabila seseorang memenuhi persyaratan sebagaimana shalat, maka itu lebih utama. Jangan sampai seseorang meninggalkan bersuci ketika sujud, kecuali ada udzur.” (Majmu’ Al Fatawa, 23/165)
Asy-Syaukani mengatakan,
ليس في أحاديث سجود التلاوة ما يدل على اعتبار أن يكون الساجد متوضئا وقد كان يسجد معه – صلى الله عليه وسلم – من حضر تلاوته، ولم ينقل أنه أمر أحدا منهم بالوضوء، ويبعد أن يكونوا جميعا متوضئين. وأيضا قد كان يسجد معه المشركون كما تقدم وهم أنجاس لا يصح وضوؤهم. وقد روى البخاري عن عمر أنه كان يسجد على غير وضوء
“Tidak ada satu hadis pun tentang sujud tilawah yang menjelaskan bahwa orang yang melakukan sujud tersebut dalam keadaan berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersujud dan di situ ada orang-orang yang mendengar bacaan beliau, namun tidak ada penjelasan kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan salah satu dari yang mendengar tadi untuk berwudhu. Boleh jadi semua yang melakukan sujud tersebut dalam keadaan berwudhu dan boleh jadi yang melakukan sujud bersama orang musyrik sebagaimana diterangkan dalam hadits yang telah lewat. Padahal orang musyrik adalah orang yang paling najis, yang pasti tidak dalam keadaan berwudhu. Bukhari sendiri meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu Umar bahwa dia bersujud dalam keadaan tidak berwudhu. ” (Nailul Author, 4/466)
Pendapat kedua ini yang difatwakan Lajnah Daimah,
أولاً : في الحالات التي تباح فيها لها القراءة يشرع لها سجود التلاوة إذا مرت بسجدة تلاوة ، أو استمعت لها، والصواب : أنه يجوز لها القراءة عن ظهر قلب ، لا من المصحف ، وعليه يشرع لها السجود ، لأنه ليس صلاة وإنما هو خضوع لله وعبادة كأنواع الذكر .
ثانياً : الصحيح أن سجود الشكر وسجود التلاوة لتال أو مستمع لا تشترط لهما الطهارة ؛ لأنهما ليسا في حكم الصلاة .
Pertama, dalam kondisi seseorang boleh membaca al-Quran, maka dianjurkan sujud tilawah, ketika melewati ayat sajdah atau mendengar orang membaca ayat sajdah. Dan yang benar, wanita haid boleh membaca al-Quran dengan hafalan, tanpa memegang mushaf. Untuk itu, dianjurkan baginya melakukan sujud tilawah. Karena sujud bukan termasuk shalat. Sujud adalah tunduk dan ibadah kepada Allah, sebagaimana layaknya dzikir.
Kedua, yang benar, bahwa sujud syukur maupun sujud tilawah, baik bagi yang membaca al-Quran maupun yang mendengarnya, tidak disyaratkan harus suci. Karena sujud ini statusnya bukan shalat.
(Fatwa Lajnah Daimah, 7/262)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/27739-boleh-sujud-tilawah-bagi-wanita-haid.html